JAKARTA, JUMAT â" Jaman sekarang, perangkat mobile (smartphone, perangkat berbasis iOS, tablet Android) milik pribadi makin banyak dipakai karyawan, khususnya generasi muda, untuk mengakses website perusahaan tempatnya bekerja. Perangkat ini sudah menjadi perangkat bisnis yang kritis sekarang.
â79% perusahaan yang disurvei sedang membicarakan aplikasi mobile kustom. 58% di antaranya menjalan aplikasi lini bisnis, dan 76% ingin membuat app store sendiri karena menginginkan kegesitan bisnis, yakni mendekatkan diri dengan pelanggan, meningkatkan produktivitas karyawan dan menaikkan efisiensi,â papar Raymond Goh (Senior Director, System Engineering, ASR, Symantec) saat mengutarakan hasil survei State of Mobility Survay 2012 untuk negara Indonesia dalam acara jumpa pers di Jakarta (31/5/2012).
Raymond menjelaskan, makin banyak pula bisnis dan website yang mendukung perangkat tersebut. Tapi demi mendukung kegiatan tersebut, sumberdaya di perusahaan (termasuk sumberdaya manusia) makin terperas.
â50% menyebutkan mobile computing memberi tantangan luar biasa,â kata Raymond. âSebab dengan mobile computing, TI perusahaan tidak tahu berapa aset yang mereka miliki. Jadi bagaimana bisa melakukan pengelolaan terhadap apa yang tidak diketahui? Mereka juga tidak tahu apa saja yang diakses karyawan, juga dari perangkat mana saja itu diakses,â jelasnya. Padahal tersedianya solusi mobile sudah dituntut karyawan.
âDibandingkan BlackBerry dan iOS, Android jauh lebih sulit dikontrol,â ungkap Raymond. Maka sekuriti, pengurangan biaya dan kompleksitas, dan dukungan perangkat adalah tiga hal yang menjadi prioritas TI yang akan melakukan mobile computing.
Celakanya, kemudahan mobilitas ini ternyata akan sangat mempengaruhi perusahaan. Kalau terjadi pencurian informasi akibat perangkat yang hilang misalnya, perusahaan bisa menanggung kerugian luarbiasa. âBiaya tahunan rata-rata di Indonesia mencapai US$ 185.000 per kejadian. Kerugian terbesar diakibatkan oleh biaya kehilangan langsung, diikuti oleh hilangnya produktivitas dan hilangnya data, juga rusaknya reputasi merek dan hilangnya kepercayaan pelanggan,â urai Raymond.
Jadi adakah rekomendasi dari Symantec untuk mengurangi resiko dari diterimanya perangkat mobile milik pribadi karyawan sebagai perangkat bisnis perusahaan? âYang harus diingat, penjahat siber telah memandang cepatnya adopsi perangkat mobile sebagai ladang yang subur untuk beraksi. Karena itu perusahaan tidak boleh mengembangkan cetak biru TI-nya secara tradisional. Tapi harus melibatkan cloud, di mana informasi bisa diakses dari mana saja dan dari sebarang perangkat,â saran Raymond.
âPerusahaan juga harus berpikir secara strategis. Dulu cuma ada  BlackBerry dan iOS yang relatif mudah dikendalikan. Sekarang harus pikirkan bagaimana memproteksi user, identitas dan informasinya. Tidak bisa lagi pakai silos seperti dulu,â tambah Raymond.
Raymond juga merekomendasikan agar perusahaan memaksakan penggunaan secara tepat dan melakukan pengamanan secara menyeluruh. âSekuriti bukan cuma tentang password dan remote wipe, tapi juga kebijakan yang kuat, dan kapan harus mengenkripsi data,â katanya.
O ya, Symantec State of Mobility Survey 2012 dilakukan oleh Applied Research pada bulan Agustus â" November 2011 terhadap 6275 perusahaan di 43 negara di Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia Pasifik, dan Jepang. Dalam survei, perangkat mobile yang dimaksud mencakup BlackBerry, smartphone, perangkat berbasis iOS, dan tablet. Tablet tidak termasuk. Di Indonesia, ada 150 perusahaan skala enterprise dan UKM yang menjadi responden.
Â
Tabloid PCplus
Survai Symantec: Mobile Computing Beri Tantangan Luar Biasa